Senin, 26 Oktober 2009
Batik & Perjuangan Bangsa Indonesia
Batik & Perjuangan Bangsa Indonesia Batik berasal dari gabungan 2 kata Bahasa Jawa, yakni Amba, bermakna ”Menulis”dan ”Titik” yang bermakna titik. Jadi pengertian batik itu sesungguhnya ialah. Seni/ tehnik menulis goresan – goresan dan hiasan – hiasan yang unik dan bermakna, ke dalam suatu kain khusus dengan menggunakan tinta khusus, yang dipanaskan/ dibakar sebelumnya. Kita boleh sedikit berbangga hati, pasalnya batik yang selama ini hampir melekat di setiap orang indonesia, diakui dan dikukuhkan oleh UNESCO sebagai warisan asli budaya bangsa Indonesia. Pada tanggal 2 oktober 2009 kemarin. Pengukuhan batik sebagai warisan asli budaya tersebut, merupakan sejarah penting bagi kelangsungan mahakarya anak bangsa. Legalisasi UNESCO, bahwa batik merupakan warisan asli budaya bangsa indonesia. Mendapat sambutan luar biasa, baik dari masyarakat lokal maupun masyarakat internasional khususnya mereka yang sangat mengagumi keunikan karya- karya bangsa indonesia. Tidak hanya sampai disitu saja, sehari setelah pengukuhan batik tersebut kemeriahan di kota – kota besar pun terjadi untuk merayakan hari jadi batik tersebut, Terutama di kota kelahiran batik tersebut yakni Solo. Pemkot Solo mengadakan acara kirab batik dengan slogan ”Solo Membatik Dunia”. Tidak ketinggalan, pemerintah kota Jakarta pun memberlakukan peraturan baru yakni, setiap orang wajib mengenakan batik setiap hari jumat. Mulai dari instansi pemerintah, pelajar, maupun para pekerja. Batik bukanlah suatu hal penemuan yang baru. Ternyata batik sudah ada pada abad ke – 19 M dimana pada saat itu kerajaan majapahit ada dan berdiri. Menurut sejarahnya konon batik tersebut hanya boleh dipakai oleh golongan – golongan tertentu. Seperti Raja, Ratu, keluarga kerajaan, serta para pengikut kerajaan tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, kemudian didorong dengan perubahan struktur sosial masyarakat, masuknya kaum kolonial di Nusantara, batik kemudian bisa dinikmati kalangan masyarakat luas, tidak terkecuali rakyat jelata. Pada tahun 1920, atau seusai Perang Dunia I, batik mulai akrab di kalangan masyarakat Hindia. Bahkan tidak sedikit warga yang memilih profesi berdagang batik sebagai mata pencaharian. Persaingan pedagang pribumi dengan pedagang nonpribumi semakin sengit ketika mereka saling berebut pasar. Di sisi yang lain, para pedagang pribumi termasuk pedagang batik menghimpun diri dalam Serikat Dagang Islam (SDI). Benih – benih perlawanan mulai muncul. Situasi ini dalam literatur sejarah sudah masuk zaman pergerakan atau lebih populer solo bergerak. Karena terjadi dinamika internal terkait dengan model perjuangan perlawanan terhadap kaum penjajah, SDI berubah menjadi serikat islam (SI). Kemudian pada taraf selanjutnya SI terbelah menjadi dua, yakni SI Putih dan SI Merah. Di antara keduanya lahir tokoh – tokoh besar seperti Agus Salim, Semaun dan Darsono. Dari SI inilah tonggak awal sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Wajar apabila hanya batik memiliki tempat istimewa di setiap sanubari anak bangsa. Dalam perspektif lain batik tidak terpisahkan dalam proses perubahan sejarah bangsa. Bentuk ritual seperti kirab bermaksud membangkitkan suatu gagasan imagined communnity. Gagasan komunitas tersebut terpatri bersamaan praktik – praktik kebudayaan yang digerakkan melalui simbol lalu menafsirkan arti komunitas tersebut. Solo sebagai kota budaya adalah suatu simbol pembangunan komunitas. Seorang warga kota yang bekerja sebagai Pusat Grosir Solo (PGS) bernama Mita Siswanti menuturkan tertarik menyaksikan kirab karena pengukuhan batik oleh UNESCO merupakan kemenangan bangsa Indonseia. Menyedihkan ketika tiba – tiba Malaysia mengklaim dirinya sebagai empu dari batik yang notabene merupakan tradisi budaya turun – temurun bangsa ini. Beragam reaksi secara spontan muncul dari masyarakat. Jelas mereka mengutuk klaim Malaysia, tetapi yang patut menjadi perhatian kita adalah masyarakat Indonesia mampu dengan bijak menyikapi permasalahan ini. Bukan dengan konfrontasi brutal, melainkan dengan usaha yang lebih diplomatis sehingga pada 2 Oktober 2009, Perserikatan Bangsa – Bangsa yang bergerak di bidang pendidikan dan kebudayaan secara resmi mengukuhkan batik sebagai warisan budaya Indonesia. Upaya pemerintah juga sejalan dengan apa yang telah dilakukan masyarakat. Dengan bangga mereka membuang predikat kuno pada batik. Mereka bangga mengenakan batik untuk dijadikan pembalut tubuh, baik acara formal ataupun nonformal. Eksistensi keberadaan budaya batik di negeri ini tengah berada pada tingkat tertinggi. Euforia kejayaan batik pada masa lampau telah kembali ke tempat yang seharusnya, yakni penghargaan dari masyarakat. Setelah sekian waktu meredup dan cukup lama ditinggalkan, batik masih memiliki tempat istimewa di hati masyarakat negeri ini sehingga sekarang batik tak lagi menyandang predikat kuno, kalah oleh budaya modern yang tengah menghempas bangsa kita. Fenomena kembali terangkatnya martabat kain batik telah menegaskan keberadaanya sebagai salah satu kemegahan budaya bangsa. Sebagai generasi pemilik warisan batik sudah seharusnya kita mau dan mampu menjaga keagungan sang mahakarya agar tak terkikis waktu. Senantiasa tetap menjadi bagian utuh bangsa ini. Bila melihat lebih jauh, tentu kita berharap batik akan senantiasa menjadikan dirinya sebagai identitas dari hegemoni bangsa yang besar ini. Bukan hanya sebagai warisan yang kelak hilang, melainkan terus hidup seiring dengan berprosesnya Indonseia menjadi bangsa yang lebih dewasa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar