Selasa, 13 Maret 2012

BUNUH DIRI SIMBOL KEHORMATAN DI NEGARA JEPANG

Jepang adalah Negara yang terkenal dengan semangat bunuh diri yang dikaitkan dengan patriotisme seseorang. Daripada malu karena gagal dalam perjuangan, seorang jepang akan merasa terhormat jika dia bunuh diri. Busido adalah sebutan untuk semangat bunuh diri seorang ksatria yang kalah perang. Bunuh diri di Jepang sekarang banyak dipengaruhi kegiatan chatting tak terarah di internet. Mereka saling berhubungan dan saling mengajak bunuh diri bersama – sama.
Di kalangan masyarakat Jepang ada kategori aib yang dapat memicu orang untuk bunuh diri. Aib yang dimaksud adalah aib pribadi. Ukuran besar kecilnya suatu aib tergantung masing – masing pribadi. Nah, pertanyaannya, kenapa di Jepang begitu mudah orang mudah bunuh diri? Karena bagi mereka, pemahaman kematian berbeda dengan kita. Kalau kita bunuh diri itu sesuatu yang bertentangan dengan norma agama dan akibatnya bisa masuk neraka.
Sedangkan bagi mereka bunuh diri itu merupakan sesuatu yang terhormat, daripada menanggung malu. Ada yang namanya semangat busido, yaitu cerita ksatria samurai zaman dulu yang daripada dia kalah perang atau ditawan dan malu, lebih terhormat jika dia bunuh diri.

Jadi faktor yang mempengaruhi ada faktor psikologi dan ada faktor patriotisme. Kalo dari psikologinya kan dia sudah putus asa. Tapi lebih banyak patriotismenya. Tidak jarang anak SD saja bisa bunuh diri gara – gara tidak naik kelas atau rapornya jelek, dan itu sudah terjadi dari tahun 70 an. Setiap musim kenaikan kelas ada 30 anak kedapatan bunuh diri. Ada juga kejadian sekarang ini karena stress. Bahkan setiap hari ada kasus bunuh diri karena stress, termasuk karena putus cinta. Umumnya anak muda.

Lebih banyak bukan karena putus cinta tapi karena menanggung malu akibat tidak naik kelas atau tidak lulus ujian di sekolah atau perguruan tinggi. Memang karakter heroiknya kuat. Misalnya beberapa waktu lalu, ketika ada kejadian tabrakan kereta api, atau dulu pernah ada kejadian pesawat Japan Airlines jatuh, meskipun itu sebenarnya musibah tapi pimpinan lembaga – lembaga publik itu turun semua, tanpa disuruh atau diminta. Jadi sifat sportif atau ksatrianya besar sekali.

Sampai direktur yang turun itu keliling ke rumah – rumah korban satu persatu untuk minta maaf. Walaupun bawahannya yang melakukan kesalahan. Begitu juga setelah kejadian tabrakan kereta api yang merenggut nyawa 107 orang, semua pimpinannya minta maaf, tidak pakai alasan atau menyalahkan ini-itu, atau cari kambing hitam. Jadi alasan mereka bunuh diri itu bisa sama banyak dan sama kuat dengan minta maaf.

Waktu lalu ada kejadian korupsi dan ketahuan, koruptornya lalu bunuh diri, karena merasa malu besar. Padahal korupsinya cuma “sedikit”, cuma beberapa juta yen.
Bagaimana dengan kalangan anak muda? Kebanyakan mereka bunuh diri gara –gara gagal sekolah atau gagal karier, misalnya dipecat, bukan karena asmara. Kasus konflik keluarga boleh dikata tidak ada, cuma sedikit sekali. Konflik keluarga itu malah terbalik, dia bukan bunuh diri tapi dia membunuh.

Anak bisa membunuh orang tuanya sendiri. Jadi lebih berpikir ke diri sendiri, kalo ada orang lain salah dia bunuh atau entah siapa yang salah kalau kesalahannya terlalu diungkit lalu timbul rasa malu, dia bisa menyerang balik, pernah kejadian satu keluarga dibunuh salah seorang anak di dalam rumah itu.

Zaman dahulu ada faktor sistem pendidikan mereka yang ketat sekali, istilah mereka itu “ ibu pendidik “. Misalnya kalo lulus dari SD ini hanya bisa masuk SMP itu. Terus kalo dari SMP itu hanya bisa masuk SMA yang tertentu juga. Dari kecil mereka sudah dipaksa belajar dengan keras dan diarahkan supaya mereka bisa masuk ke sekolah yang dituju. Nah, sekarang ini banyak kasus yang meledak hingga banyak orang tua yang takut sama anak. Anak – anak jadi galak, mulai tidak mau sekolah gara – gara tekanan dan didikan dari kecil. Misalnya dari TK A, pilihan SD nya sudah terbatas, demikian juga kalo mau ke SMP, SMA. Bahkan sampai Universitasnya terbatas.

Jadi orang tua peranannya besar, mulai dari kecil untuk mendidik lebih keras. Faktor ini yang membuat kegagalan menjadi besar, lingkunganlah yang membuat kegagalan jadi besar. Kalo kita kan berfikir tidak naik kelas saja kok bunuh diri. Bagi mereka itu suatu rentetan masa depan. Ini yang jadi masalah, malu terhadap teman – teman, takut terhadap orang tua. Jadi orang tua sekarang takut anak mereka nekat – nekat. Bukan Cuma takut mereka nekat bunuh diri tapi juga mereka bisa menganiaya orang tuanya sendiri.

Sifat bunuh diri itu memang sifat turun temurun dari zaman perang. Kasus bunuh diri ini tiap hari pasti ada di seluruh jepang. Gambaran pahlawan yang paling berpengaruh itu dari zamannya Perang Dunia II. Banyak orang yang masuk cerobong Kamikaze, pesawat yang mereka awaki dijatuhkan ke cerobong kapal perang musuh sampai meledak dan tenggelam.

Itu mereka bilang mati terhormat. Jadi bukan kecewa tapi mengorbankan diri. Tapi itu kan situasi yang mendesak, lebih baik ikut daripada dibilang penakut. Jadi kuncinya ya balik lagi ke rasa malu terhadap diri sendiri. Kamikaze itu satu pola resmi, suatu pasukan untuk bunuh diri. Jadi mereka menyiapkan diri untuk mati. Itu yang mati mulai umur 16 sampai 20 tahunan.

Bedanya dengan bom bunuh diri, kamikaze tidak bikin terror. Pokoknya ada hubungannya dengan kesatriaan . seperti samurai, kalau kalah dan tidak terbunuh pasti malu. Kalau teroris itu sakit hati dengan orang, pasang bom di badan sendiri terus membunuh banyak orang. Kalo kamikaze ya membunuh badan sendiri.

Beda dengan di negeri kita, banyak sekali yang bunuh diri karena putus cinta atau kondisi ekonomi. Kalau di Jepang justru karena malu, sudah berusaha dengan keras tapi masih gagal. Kalo putus cinta bukan karakter heorik tapi keputusasaan. Dan mereka sebenarnya bukan orang yang cepat putus asa.

Kenapa di jepang sampai ada fenomena seperti itu, karena di sana tidak ada peran agama. Di sekolah tidak diajarkan pelajaran agama, sehingga generasi muda Jepang sekarang ini bisa dibilang tidak punya agama. Kalo dulu dirumah orang – orang tua masih kelihatan ada tempat – tempat untuk sembahyang agama Shinto.

Sekarang sudah tidak ada. Jadi sudah seperti atheis. Ciri – cirinya yang paling kelihatan, mereka menikah secara Kristen atau Katholik di gereja, ikut merayakan Natal, mereka percaya Tuhan, tapi mereka tidak tahu peran Tuhan dalam hidup mereka, tidak tahu hukum – hukum Tuhan.

Jadi mereka cuma tahu Tuhan itu yang menciptakan. Hanya itu. Yang menentukan hidup mereka di dunia ini hanya jerih payah mereka. Urusannya nanti setelah mati mereka ke mana itu ada. Kalau mereka berbuat baik ya bisa masuk surga, kalau jahat masuk neraka . mereka bisa menikah secara Kristen, meninggal secara Shinto. Jadi agama itu bukan satu way of life mereka. Jadi yang perlu ditanamkan pada anak – anak kita itu agama harus dijadikan way of life.

Orang zaman dulu lebih tahan dengan konflik. Lain dengan anak – anak zaman sekarang, begitu ada konflik sedikit sudah tidak tahan dan lebih mudah bunuh diri. Figthing spirit nya lemah.
Sebenarnya benteng terkahirnya keluarga, tapi semua keluarga di Jepang menganut hal yang sama. Mereka memang tidak punya sifat pasrah, pasrah kepada Tuhan atau pasrah terhadap masalah. Nah, pola keluarga seperti itu sudah mulai masuk ke sini. Waktu mereka dengan keluarga itu sedikit, bisa – bisa dampaknya sama seperti di Jepang. Seperti Jepang kira – kira 20 tahun lalu. Orang kerja dari pagi sampai malam. Anak – anak tidak diarahkan.

Bunuh diri di jepang sekarang banyak pengaruh dari chatting internet. Mereka saling berhubungan dan saling mengajak bunuh diri sama – sama. Sering mereka bunuh diri sama – sama di dalam mobil. Ini yang lagi tren. Makanya sekarang di Jepang banyak di bangun tempat bermain anak – anak, lapangan – lapangan dengan pelatih – pelatih, untuk menjauhkan anak – anak dari chatting atau email tidak terarah melalui internet.

Kemudian mereka dihimbau untuk mengurangi nonton film, karena banyak anak – anak bunuh diri dengan cara gantung diri karena menonton film. Film – film drama pada umumnya. Ada kasus anak kecil ( SD ) bunuh orang, karena dia berpikir orang yang dibunuh di suatu film bisa hidup lagi di film lain. Jadi dia bunuh orang karena dia berpikir orang itu bisa hidup lagi di tempat lain. Itu semua karena orang tua tidak pernah mengajarkan atau memberi pengertian yang sebenarnya.

Jadi sekarang mereka banyak dihimbau untuk bermain diluar, bersosialisasi, membagi waktu. Jepang bagus sekali untuk dijadikan acuan untuk mengantisipasi kejadian yang sama di Negara kita. Anehnya olahragawan jarang bunuh diri, yang banyak itu yang kurang bersosialisasi.

sumber media rajawali 12 oketober 2006

Mewaspadai Ragam Kanker Saluran Cerna

Kanker merupakan penyakit yang bisa menyerang berbagai organ tubuh, termasuk saluran cerna. Mulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, hingga anus dapat terserang sel – sel ganas itu. Pun demikian dengan organ yang terlibat dalam pencernaan makanan seperti hati, limpa, dan pankreas.
Diantara berbagai kanker saluran cerna, yang paling sering ditemui ialah kanker usus besar (kolon), hati, dan lambung. Di Indonesia, kanker kolon bahkan menempati urutan ketiga dalam daftar kasus kanker terbanyak setelah kanker payudara dan leher rahim.
” hampir setiap hari saya menerima pasien yang harus menjalani operasi pemotongan usus besar karena kanker,” ujar konsultan bedah digestif RS Dharmais dr Fajar Firsyada SpB – KBD, di Jakarta, Kemarin. Sayangnya, lanjut Fajar, meski kasusnya terbilang banyak, pengetahuan masyarakat akan kanker saluran cerna sepertinya belum memadai. Terbukti, sebagian besar kasus yang diperikasakan ke RS sudah dalam stadium lanjut, yakni stadium tiga atau empat ketika kanker sudah menyebar ke organ tubuh lain.
Lebih lanjut fajar menjelaskan sejumlah gejala kanker saluran cerna yang perlu diwaspadai. Untuk kanker hati, gejalanya antara lain penurunan berat badan, mual muntah, demam, kulit dan mata menguning, feses menghitam, kadang disertai ketegangan pada perut dan nyeri.
” untuk memastikannya, perlu pemerikasaan USG hati, kadar alfa fetoprotein di darah, dan biopsi jaringan hati,” jelas Fajar. Golongan berisiko kanker hati antara lain penderita hepatitis B dan C, pecandu alkohol, dan mereka yang punya riwayat keluarga penderita kanker hati. Kalangan tersebut disarankan melakukan pemerikasaan berkala demi mengantisipasi dan mendeteksi dini kanker hati. Kanker selanjutnya ialah kanker esofagus. Gejalanya antara lain, sulit menelan makanan padat ataupun cair, nyeri dada, feses menghitam, dan penurunan berat badan.
Adapun pada kanker lambung, gejalanya kadang sulit dikenali. Bisa saja penderita hanya merasakan ketidaknyamanan di perut seperti gejala maag. Namun bila kanker sudah mencapai tahap lanjut gejala yang muncul ialah feses menghitam, nyeri lambung, dan penurunan berat badan. “ karena itulah, mereka yang mengalami keluhan maag kronis atau berulang tidak kunjung sembuh disarankan untuk melakukan pemeriksaan endoskopi atau gastroskopi ( peneropongan kondisi dalam lambung), jangan hanya mengandalkan obat – obatan maag,” kata fajar mewanti – wanti.
Kanker saluran cerna jenis berikutnya ialah kanker usus halus. Kanker tersebut termasuk jarang terjadi.

sumber media indonesia

Zat Asam Empedu Beruang Jaga Irama Jantung

Gangguan dan penyakit jantung masih menjadi pembunuh nomor satu di dunia. Sebab, selain menyerang orang dewasa dan anak – anak, penyakit tersebut juga menyerang janin.
Sejumlah peneliti dari Imperial College London yang melakukan riset untuk mencegah terjadinya gangguan pada irama jantung pada akhirnya membuahkan hasil. Hasil penelitian di antaranya menunjukkan empedu beruang dapat mencegah terjadinya gangguan irama jantung. Hal itu disebabkan empedu beruang mengandung senyawa disintesis bernama asam ursodeoxycholic (UDCA).
Asam itu diproduksi sebagai obat untuk mengurangi produksi kolestrol dalam tubuh dan melarutkan batu empedu. Penggunaan zat UDCA kerap dijumpai pada obat – obatan tradisional di China. Sejak dulu, masyarakat China dikenal memproduksi obat –obatan dari zat kandungan empedu beruang.
Penelitian terbaru mengungkapkan fungsi lain dari asam ursodeoxycholic, yaitu berpotensi mengobati aritmia atau irama jantung yang abnormal, baik pada janin di dalam kandungan maupun orang yang pernah terkena serangan jantung. Uji laboratorium menunjukkan bahwa UDCA bekerja pada sel yang disebut nonintimiofibrolas patologis, yang mengganggu perjalanan sinyal listrik di jantung. Sinyal listrik itulah yang menghasilkan irama jantung.
Selama ini UDCA telah digunakan untuk mengobati kondisi yang disebut kolestasis obstetric. kolestasis obstetric ialah komplikasi pada trisemester pertama kehamilan yang menyebabkan penumpukan asam empedu dalam aliran darah. Gejala utamanya adalah gatal terus – menerus. Ada kemungkinan sedikit peningkatan risiko komplikasi kehamilan, tapi bukti tersebut tidak meyakinkan. Gejala itu menghilang ketika wanita melahirkan.
Beberapa obat dapat membantu untuk meringankan gatal – gatal. Kondisi kolestasis obstetric terjadi pada satu dari 200 wanita hamil di Inggris dan terkait dengan risiko yang lebih tinggi dari aritmia dan kematian mendadak pada janin. UDCA juga menurunkan tingkat asam empedu berbahaya yang terkumpul dalam darah ibu dan dapat masuk ke janin atau bayi melalui plasenta.
Penelitian tersebut dipublikasikan pertama kalinya untuk menunjukkan bahwa UDCA dapat mencegah aritmia dengan mengubah sifat listrik sel miofibroblas. Sel – sel itu ditemukan di jantung janin, tetapi segera hilang setelah bayi lahir. Namun, mereka muncul kembali pada pasien yang terkena serangan jantung. Studi tersebut menemukan bahwa sel – sel itu mengganggu transmisi sinyal listrik yang mengontrol irama jantung.
Jantung janin.
Rangkaian penelitian itu merupakan hasil kolaborasi jangka panjang di antara dua kelompok peneliti yang dipimpin Dr Julia Gorelik di National Heart dan Paru Institute dan Profesor Catherine Williamson di Institut Biologi Reproduksi dan Perkembangan. Dr Julia Gorelik mengaku bangga dengan hasil penelitian timnya. Sebab, selama ini perawatan yang ada sangat tidak efektif untuk mencegah aritmia pada pasien yang menderita irama jantung yang abnormal setelah serangan jantung terjadi.
“Hasil dari laboratorium menunjukkan bahwa UDCA dapat membantu otot jantung melakukan sinyal listrik lebih normal. Kami berharap dapat melakukan sebuah percobaan klinis guna menguji apakah hasil ini dapat dilakukan pada pasien gagal jantung ,” ujarnya.
Para peneliti menjadi tertarik oleh peran miofibroblas setelah mengamati peranan tersebut muncul di jaringan jantung janin pada trismester kedua dan ketiga kehamilan. Kematian mendadak pada bayi umumnya dipengaruhi kolestasis obstetric. Peneliti juga meneliti miofibroblas pada sel – sel otot jantung dan membuat model untuk mempelajari jantung janin.
Kemudian mereka mencoba menggunakan sejumlah teknik mikroskopis khusus untuk mempelajari bagaimana sel berkomunikasi dengan sinyal listrik. Mengekspos sel tingkat tinggi dari asam empedu, seperti yang ditemukan pada ibu dan darah janin pada kolestasis obstetric, menyebabkan sel memberi sinyal listrik lebih lambat dan meningkatkan kemungkinan aritmia.
Efek itu tidak terlihat ketika tidak ada miofibroblas di antara sel – sel otot jantung, seperti pada jantung orang dewasa yang sehat. Sel yang diobati dengan UDCA mengubah sifat listrik dan miofibroblas dan sinyal – sinyal listrik yang disebarkan di seluruh sel menjadi teratur.
“Miofibroblas memengaruhi propagasi sinyal listrik yang mengoordinasikan fungsi pemompaan jantung,” kata Dr Michele Miragoli, penulis pertama studi tersebut. Propagasi merupakan proses penyebaran sinyal dari satu tempat ke tempat lain, yakni dalam hal ini sinyal listrik yang dihasilkan jantung.
“Komplikasi dari kolestasis obstetric terjadi paling sering pada trimester terakhir kehamilan, ketika terjadi kepadatan miofibroblas tertinggi pada jantung janin.studi kami menunjukkan bahwa penampakan sel – sel miofibroblas membuat janin rentan terhadap aritmia di kolestasis obstetric. Kami berpikir bahwa penargetan sel – sel ini bias menjadi pendekatan baru yang penting untuk mencegah irama jantung abnormal, tidak hanya pada janin, tetapi juga orang – orang yang memiliki serangan jantung, “ terang Dr Michele.
Para peneliti sepakat mengembangkan penelitian itu.

sumber : media indonesia 18 april 2011

Selasa, 06 Maret 2012

Penalaran , Induksi & Deduktif.

BAHASA INDONESIA II SOFT SKILL
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Metode dalam menalar
1. Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai.

Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup

2. Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.





Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
INDUKSI DAN DEDUKSI
Apa yang dimaksud dengan induksi dan deduksi? Yang akan dibicarakan dalam tulisan ini bukan semata-mata cara pengambilan kesimpulan dalam sebuah paragraf, ya! Pada tulisan ini, akan dibahas mengenai metode berpikir induksi dan deduksi yang biasa digunakan untuk menyimpulkan sesuatu.
Induksi adalah pengambilan kesimpulan secara umum dengan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari fakta-fakta khusus. Sedangkan deduksi adalah pengambilan kesimpulan untuk suatu atau beberapa kasus khusus yang didasarkan kepada suatu fakta umum.
Pengetahuan induksi dan deduksi diperlukan manusia untuk tetap lolos dari seleksi alam. Tinjau seorang manusia purba bernama Sandi. Pada suatu hari, Sandi melihat seekor singa memangsa Ivan. Pada hari berikutnya, Sandi melihat singa tersebut memangsa Inud. Dari dua kejadian ini, Sandi menyimpulkan: Singa suka memangsa manusia. Hal ini berarti Sandi telah melakukan kesimpulan secara induktif. Beberapa hari kemudian, Sandi bertemu dengan singa. Ia masih ingat kesimpulannya bahwa singa suka memakan manusia (premis mayor). Ia juga tahu bahwa dirinya adalah manusia (premis minor). Sehingga ia menyimpulkan bahwa Singa suka memangsa dirinya. Kesimpulan ini adalah kesimpulan secara deduktif.
Metode berpikir induksi sifatnya spekulatif. Jika diketahui bahwa “Saya butuh makan”, “Evan butuh makan”, “Avi butuh makan”, dan “Steph butuh makan”, maka dengan induksi, kita dapat menyimpulkan bahwa “Semua manusia butuh makan”. Tentu cara pengambilan kesimpulan seperti ini dapat menimbulkan kesalahan. Contohnya, jika diketahui “Teman Saya berkulit putih”, “Orang tua Saya berkulit putih”, dan “Saudara Saya berkulit putih”, maka dengan induksi, kita juga dapat menyimpulkan bahwa “Semua manusia berkulit putih”. Kesimpulan yang diambil dalam metode induksi ini mencakup hal yang lebih luas dari fakta-fakta sebelumnya sehingga berpotensi salah seperti contoh tadi.
Berbeda dengan induksi, metode berpikir deduksi sifatnya pasti. Metode ini dimulai dengan diterimanya suatu premis mayor. Contoh: “Semua manusia akan mati” (premis mayor). Kemudian, anggap kita memiliki premis minor: “Socrates adalah manusia”. Karena Socrates adalah manusia, maka Socrates memiliki sifat-sifat yang dimiliki semua manusia. Oleh karena itu, secara deduktif dapat disimpulkan bahwa Socrates juga akan mati. Dapat juga dikatakan bahwa deduksi bersifat tertutup karena kesimpulan yang diambil tidak boleh ditarik dari luar premis mayor. Asalkan semua premisnya benar, maka kesimpulan yang diambil secara deduktif juga akan benar.
INDUKSI
METODE BERPIKIR SAINTIFIK
Mengenal Alam Sekitar Dengan Induksi
Sewaktu kecil, kita memperhatikan bahwa matahari terbit di timur. Hari berikutnya, masih demikian. Hari berikutnya, masih juga demikian. Sampai hari ini, matahari masih juga terbit di timur. Berdasarkan pengalaman ini, maka kita menyimpulkan bahwa setiap hari matahari terbit di timur. Perhatikan cara pengambilan kesimpulan ini. Fakta-fakta khusus melahirkan sebuah kesimpulan umum. Ini adalah penarikan kesimpulan secara induktif. Apakah dapat dipastikan bahwa esok matahari juga terbit di timur? Tidak. Kita hanya dapat menganggap bahwa sangat besar kemungkinannya untuk matahari terbit di timur lagi pada esok hari. Hal ini sesuai dengan sifat induksi yang spekulatif.
Coba perhatikan, bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa semua benda akan jatuh jika dilepaskan pada ketinggian tertentu? Pertama, kita ambil botol lalu melepaskannya. Botol tersebut jatuh. Kemudian kita melakukan hal yang sama dengan pensil, sandal, batu, kelereng, topi, dan apel. Ternyata semuanya juga jatuh. Dari berbagai percobaan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa semua benda akan jatuh jika dilepaskan pada ketinggian tertentu (induksi). Apakah dapat dipastikan bahwa benda-benda lain pasti akan jatuh jika dilepaskan pada ketinggian tertentu? Tidak. Kita hanya dapat mengatakan bahwa kemungkinan besar benda tersebut akan jatuh juga.
Demikianlah cara kita mengenal hukum-hukum alam pada kegiatan sehari-hari, yaitu dengan cara induksi. Metode induksi ini merupakan metode yang umum digunakan. Berikutnya, kita akan melihat bagaimana sains menggunakan metode ini untuk mengambil kesimpulan.

Sains, Metode Ilmiah, dan Peran Induksi
Syarat suatu ilmu dapat digolongkan ke dalam sains adalah ilmu tersebut dapat dibuktian dengan menggunakan metode ilmiah. Dalam metoda ilmiah ini, suatu hipotesis harus sesuai dengan eksperimen. Pada eksperimen pertama, hipotesis benar (sesuai hasil pengamatan). Pada eksperimen berikutnya, hipotesis tersebut kembali benar. Pada eksperimen berikutnya lagi, hipotesis tersebut masih juga benar. Dan seterusnya. Dari sejumlah eksperimen yang sudah dilakukan ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hipotesis tersebut benar. Ini adalah pengambilan kesimpulan dengan metode induksi. Apakah dapat dipastikan bahwa hipotesis tersebut juga akan sesuai dengan pengamatan pada eksperimen yang dilakukan di waktu mendatang? Tidak. Kita hanya dapat meyakini bahwa hipotesis tersebut kemungkinan besar sesuai dengan hasil pengamatan pada eksperimen di waktu mendatang.
Dengan penggunaan metode induksi sebagai dasar pola berpikir saintifik, berarti masih terdapat kemungkinan bahwa seluruh pengetahuan pada sains adalah salah! Kalau begitu, apakah yang kita pelajari saat ini adalah kesia-siaan belaka? Tentu tidak. Memang benar bahwa kita tidak dapat memastikan bahwa suatu teori/hipotesis itu benar, namun kita dapat memastikan bahwa teori/hipotesis itu belum salah. Ini adalah landasan berpikir saintifik. Selama masih belum ditemukan kesalahan teori tersebut, maka teori tersebut akan selalu dianggap benar.
Sebagai catatan tambahan, sains juga menggunakan metode berpikir deduksi terutama dalam memprediksi suatu kejadian. Teori adalah premis mayornya. Suatu kesimpulan (dalam hal memprediksi) tidak boleh diambil diluar batasan teori/premis mayor ini.
DEDUKSI
METODE BERPIKIR MATEMATIS
Penalaran Matematika
Matematika bukanlah ilmu yang didasari atas percobaan dan pengamatan sehingga membuatnya dibedakan dengan sains. Perhatikan saja, apakah kebenaran 1+1=2 adalah sesuatu yang kita peroleh melalui percobaan dan pengamatan? Tentu tidak. Kebenaran 1+1=2 merupakan sesuatu yang kita terima begitu saja. Kalau begitu, bagaimana sejumlah teori matematika yang pernah ada dapat muncul? Bagaimana tarikan logika agar kita dapat menyimpulkan bahwa suatu teori itu benar secara matematis?
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa penalaran matematika dimulai dari diterimanya kebenaran beberapa aksioma. Aksioma adalah suatu kebenaran yang dapat kita terima begitu saja (tanpa ada pembuktian apapun). Contoh: Aksioma bilangan bulat yang diusulkan oleh Guiseppe Peano (1858 - 1932). Aksioma tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa suatu bilangan bulat jika ditambahkan dengan 1 (satu), maka akan menghasilkan bilangan bulat pada urutan berikutnya. Contohnya, jika diambil angka “3″, maka jika angka tersebut ditambahkan dengan “1″, maka akan menghasilkan bilangan bulat berikutnya dari “3″, yaitu “4″.
Teorema matematika diturunkan dari satu atau irisan beberapa aksioma. Kebenaran teorema ini harus dapat dibuktikan berdasarkan hukum-hukum yang berlaku pada aksioma. Dengan kata lain, kesimpulan yang diambil pada pembuatan teorema tidak boleh keluar dari ruang lingkup aksioma yang berlaku.
Contoh teorema: Dua ditambah tiga sama dengan lima. Teorema ini dibuktikan (berdasarkan aksioma bilangan bulat oleh Peano) sebagai berikut:
2 + 3
<=> 2+2+1 (2 merupakan bilangan bulat sebelum 3)
<=> 2+1+1+1 (1 merupakan bilangan bulat sebelum 2)
<=> 3+1+1 (3 merupakan bilangan bulat setelah 2)
<=> 4+1 (4 merupakan bilangan bulat setelah 3)
<=> 5 (5 merupakan bilangan bulat setelah 4)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa teorema yang menyebutkan 2+3=5 adalah benar!
Deduksi
Dilihat dari cara penurunannya, kesimpulan yang diambil dalam pembuatan teorema adalah kesimpulan yang sifatnya pasti (tidak spekulatif). Asalkan didasari dengan aksioma yang benar, maka teorema-teorema yang diturunkan juga pasti benar. Inilah sifat matematika: pasti. Disebut apakah cara pengambilan kesimpulan seperti ini? Kita sudah mengenal bahwa pengambilan kesimpulan seperti ini disebut dengan metode deduksi.
Aksioma berfungsi sebagai premis mayor dalam pengambilan kesimpulan. Yang berfungsi sebagai premis minor adalah ruang lingkup yang ingin ditelaah oleh sebuah teorema. Hasil penarikan kesimpulan dari kedua premis ini adalah teoremanya.
Untuk kepentingan praktis, terkadang suatu teorema tidak harus diturunkan dari aksioma tetapi cukup diturunkan dari teorema lain yang sudah dibuktikan terlebih dahulu. Selain itu, juga untuk kepentingan praktis, terkadang pembuktian tidak perlu dilakukan secara lengkap. Bisa saja suatu pembuktian itu membiarkan suatu bagian tertentu belum terbuktikan. Bagian ini disebut dengan lemma. Jika lemma ini ternyata salah, maka gagal lah seluruh pembuktian yang sudah
Sumber : http://wisnuops.net/blog/?p=5

Pengikut