Gangguan dan penyakit jantung masih menjadi pembunuh nomor satu di dunia. Sebab, selain menyerang orang dewasa dan anak – anak, penyakit tersebut juga menyerang janin.
Sejumlah peneliti dari Imperial College London yang melakukan riset untuk mencegah terjadinya gangguan pada irama jantung pada akhirnya membuahkan hasil. Hasil penelitian di antaranya menunjukkan empedu beruang dapat mencegah terjadinya gangguan irama jantung. Hal itu disebabkan empedu beruang mengandung senyawa disintesis bernama asam ursodeoxycholic (UDCA).
Asam itu diproduksi sebagai obat untuk mengurangi produksi kolestrol dalam tubuh dan melarutkan batu empedu. Penggunaan zat UDCA kerap dijumpai pada obat – obatan tradisional di China. Sejak dulu, masyarakat China dikenal memproduksi obat –obatan dari zat kandungan empedu beruang.
Penelitian terbaru mengungkapkan fungsi lain dari asam ursodeoxycholic, yaitu berpotensi mengobati aritmia atau irama jantung yang abnormal, baik pada janin di dalam kandungan maupun orang yang pernah terkena serangan jantung. Uji laboratorium menunjukkan bahwa UDCA bekerja pada sel yang disebut nonintimiofibrolas patologis, yang mengganggu perjalanan sinyal listrik di jantung. Sinyal listrik itulah yang menghasilkan irama jantung.
Selama ini UDCA telah digunakan untuk mengobati kondisi yang disebut kolestasis obstetric. kolestasis obstetric ialah komplikasi pada trisemester pertama kehamilan yang menyebabkan penumpukan asam empedu dalam aliran darah. Gejala utamanya adalah gatal terus – menerus. Ada kemungkinan sedikit peningkatan risiko komplikasi kehamilan, tapi bukti tersebut tidak meyakinkan. Gejala itu menghilang ketika wanita melahirkan.
Beberapa obat dapat membantu untuk meringankan gatal – gatal. Kondisi kolestasis obstetric terjadi pada satu dari 200 wanita hamil di Inggris dan terkait dengan risiko yang lebih tinggi dari aritmia dan kematian mendadak pada janin. UDCA juga menurunkan tingkat asam empedu berbahaya yang terkumpul dalam darah ibu dan dapat masuk ke janin atau bayi melalui plasenta.
Penelitian tersebut dipublikasikan pertama kalinya untuk menunjukkan bahwa UDCA dapat mencegah aritmia dengan mengubah sifat listrik sel miofibroblas. Sel – sel itu ditemukan di jantung janin, tetapi segera hilang setelah bayi lahir. Namun, mereka muncul kembali pada pasien yang terkena serangan jantung. Studi tersebut menemukan bahwa sel – sel itu mengganggu transmisi sinyal listrik yang mengontrol irama jantung.
Jantung janin.
Rangkaian penelitian itu merupakan hasil kolaborasi jangka panjang di antara dua kelompok peneliti yang dipimpin Dr Julia Gorelik di National Heart dan Paru Institute dan Profesor Catherine Williamson di Institut Biologi Reproduksi dan Perkembangan. Dr Julia Gorelik mengaku bangga dengan hasil penelitian timnya. Sebab, selama ini perawatan yang ada sangat tidak efektif untuk mencegah aritmia pada pasien yang menderita irama jantung yang abnormal setelah serangan jantung terjadi.
“Hasil dari laboratorium menunjukkan bahwa UDCA dapat membantu otot jantung melakukan sinyal listrik lebih normal. Kami berharap dapat melakukan sebuah percobaan klinis guna menguji apakah hasil ini dapat dilakukan pada pasien gagal jantung ,” ujarnya.
Para peneliti menjadi tertarik oleh peran miofibroblas setelah mengamati peranan tersebut muncul di jaringan jantung janin pada trismester kedua dan ketiga kehamilan. Kematian mendadak pada bayi umumnya dipengaruhi kolestasis obstetric. Peneliti juga meneliti miofibroblas pada sel – sel otot jantung dan membuat model untuk mempelajari jantung janin.
Kemudian mereka mencoba menggunakan sejumlah teknik mikroskopis khusus untuk mempelajari bagaimana sel berkomunikasi dengan sinyal listrik. Mengekspos sel tingkat tinggi dari asam empedu, seperti yang ditemukan pada ibu dan darah janin pada kolestasis obstetric, menyebabkan sel memberi sinyal listrik lebih lambat dan meningkatkan kemungkinan aritmia.
Efek itu tidak terlihat ketika tidak ada miofibroblas di antara sel – sel otot jantung, seperti pada jantung orang dewasa yang sehat. Sel yang diobati dengan UDCA mengubah sifat listrik dan miofibroblas dan sinyal – sinyal listrik yang disebarkan di seluruh sel menjadi teratur.
“Miofibroblas memengaruhi propagasi sinyal listrik yang mengoordinasikan fungsi pemompaan jantung,” kata Dr Michele Miragoli, penulis pertama studi tersebut. Propagasi merupakan proses penyebaran sinyal dari satu tempat ke tempat lain, yakni dalam hal ini sinyal listrik yang dihasilkan jantung.
“Komplikasi dari kolestasis obstetric terjadi paling sering pada trimester terakhir kehamilan, ketika terjadi kepadatan miofibroblas tertinggi pada jantung janin.studi kami menunjukkan bahwa penampakan sel – sel miofibroblas membuat janin rentan terhadap aritmia di kolestasis obstetric. Kami berpikir bahwa penargetan sel – sel ini bias menjadi pendekatan baru yang penting untuk mencegah irama jantung abnormal, tidak hanya pada janin, tetapi juga orang – orang yang memiliki serangan jantung, “ terang Dr Michele.
Para peneliti sepakat mengembangkan penelitian itu.
sumber : media indonesia 18 april 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar