Selasa, 06 Maret 2012

Penalaran , Induksi & Deduktif.

BAHASA INDONESIA II SOFT SKILL
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Metode dalam menalar
1. Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai.

Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup

2. Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.





Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
INDUKSI DAN DEDUKSI
Apa yang dimaksud dengan induksi dan deduksi? Yang akan dibicarakan dalam tulisan ini bukan semata-mata cara pengambilan kesimpulan dalam sebuah paragraf, ya! Pada tulisan ini, akan dibahas mengenai metode berpikir induksi dan deduksi yang biasa digunakan untuk menyimpulkan sesuatu.
Induksi adalah pengambilan kesimpulan secara umum dengan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari fakta-fakta khusus. Sedangkan deduksi adalah pengambilan kesimpulan untuk suatu atau beberapa kasus khusus yang didasarkan kepada suatu fakta umum.
Pengetahuan induksi dan deduksi diperlukan manusia untuk tetap lolos dari seleksi alam. Tinjau seorang manusia purba bernama Sandi. Pada suatu hari, Sandi melihat seekor singa memangsa Ivan. Pada hari berikutnya, Sandi melihat singa tersebut memangsa Inud. Dari dua kejadian ini, Sandi menyimpulkan: Singa suka memangsa manusia. Hal ini berarti Sandi telah melakukan kesimpulan secara induktif. Beberapa hari kemudian, Sandi bertemu dengan singa. Ia masih ingat kesimpulannya bahwa singa suka memakan manusia (premis mayor). Ia juga tahu bahwa dirinya adalah manusia (premis minor). Sehingga ia menyimpulkan bahwa Singa suka memangsa dirinya. Kesimpulan ini adalah kesimpulan secara deduktif.
Metode berpikir induksi sifatnya spekulatif. Jika diketahui bahwa “Saya butuh makan”, “Evan butuh makan”, “Avi butuh makan”, dan “Steph butuh makan”, maka dengan induksi, kita dapat menyimpulkan bahwa “Semua manusia butuh makan”. Tentu cara pengambilan kesimpulan seperti ini dapat menimbulkan kesalahan. Contohnya, jika diketahui “Teman Saya berkulit putih”, “Orang tua Saya berkulit putih”, dan “Saudara Saya berkulit putih”, maka dengan induksi, kita juga dapat menyimpulkan bahwa “Semua manusia berkulit putih”. Kesimpulan yang diambil dalam metode induksi ini mencakup hal yang lebih luas dari fakta-fakta sebelumnya sehingga berpotensi salah seperti contoh tadi.
Berbeda dengan induksi, metode berpikir deduksi sifatnya pasti. Metode ini dimulai dengan diterimanya suatu premis mayor. Contoh: “Semua manusia akan mati” (premis mayor). Kemudian, anggap kita memiliki premis minor: “Socrates adalah manusia”. Karena Socrates adalah manusia, maka Socrates memiliki sifat-sifat yang dimiliki semua manusia. Oleh karena itu, secara deduktif dapat disimpulkan bahwa Socrates juga akan mati. Dapat juga dikatakan bahwa deduksi bersifat tertutup karena kesimpulan yang diambil tidak boleh ditarik dari luar premis mayor. Asalkan semua premisnya benar, maka kesimpulan yang diambil secara deduktif juga akan benar.
INDUKSI
METODE BERPIKIR SAINTIFIK
Mengenal Alam Sekitar Dengan Induksi
Sewaktu kecil, kita memperhatikan bahwa matahari terbit di timur. Hari berikutnya, masih demikian. Hari berikutnya, masih juga demikian. Sampai hari ini, matahari masih juga terbit di timur. Berdasarkan pengalaman ini, maka kita menyimpulkan bahwa setiap hari matahari terbit di timur. Perhatikan cara pengambilan kesimpulan ini. Fakta-fakta khusus melahirkan sebuah kesimpulan umum. Ini adalah penarikan kesimpulan secara induktif. Apakah dapat dipastikan bahwa esok matahari juga terbit di timur? Tidak. Kita hanya dapat menganggap bahwa sangat besar kemungkinannya untuk matahari terbit di timur lagi pada esok hari. Hal ini sesuai dengan sifat induksi yang spekulatif.
Coba perhatikan, bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa semua benda akan jatuh jika dilepaskan pada ketinggian tertentu? Pertama, kita ambil botol lalu melepaskannya. Botol tersebut jatuh. Kemudian kita melakukan hal yang sama dengan pensil, sandal, batu, kelereng, topi, dan apel. Ternyata semuanya juga jatuh. Dari berbagai percobaan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa semua benda akan jatuh jika dilepaskan pada ketinggian tertentu (induksi). Apakah dapat dipastikan bahwa benda-benda lain pasti akan jatuh jika dilepaskan pada ketinggian tertentu? Tidak. Kita hanya dapat mengatakan bahwa kemungkinan besar benda tersebut akan jatuh juga.
Demikianlah cara kita mengenal hukum-hukum alam pada kegiatan sehari-hari, yaitu dengan cara induksi. Metode induksi ini merupakan metode yang umum digunakan. Berikutnya, kita akan melihat bagaimana sains menggunakan metode ini untuk mengambil kesimpulan.

Sains, Metode Ilmiah, dan Peran Induksi
Syarat suatu ilmu dapat digolongkan ke dalam sains adalah ilmu tersebut dapat dibuktian dengan menggunakan metode ilmiah. Dalam metoda ilmiah ini, suatu hipotesis harus sesuai dengan eksperimen. Pada eksperimen pertama, hipotesis benar (sesuai hasil pengamatan). Pada eksperimen berikutnya, hipotesis tersebut kembali benar. Pada eksperimen berikutnya lagi, hipotesis tersebut masih juga benar. Dan seterusnya. Dari sejumlah eksperimen yang sudah dilakukan ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hipotesis tersebut benar. Ini adalah pengambilan kesimpulan dengan metode induksi. Apakah dapat dipastikan bahwa hipotesis tersebut juga akan sesuai dengan pengamatan pada eksperimen yang dilakukan di waktu mendatang? Tidak. Kita hanya dapat meyakini bahwa hipotesis tersebut kemungkinan besar sesuai dengan hasil pengamatan pada eksperimen di waktu mendatang.
Dengan penggunaan metode induksi sebagai dasar pola berpikir saintifik, berarti masih terdapat kemungkinan bahwa seluruh pengetahuan pada sains adalah salah! Kalau begitu, apakah yang kita pelajari saat ini adalah kesia-siaan belaka? Tentu tidak. Memang benar bahwa kita tidak dapat memastikan bahwa suatu teori/hipotesis itu benar, namun kita dapat memastikan bahwa teori/hipotesis itu belum salah. Ini adalah landasan berpikir saintifik. Selama masih belum ditemukan kesalahan teori tersebut, maka teori tersebut akan selalu dianggap benar.
Sebagai catatan tambahan, sains juga menggunakan metode berpikir deduksi terutama dalam memprediksi suatu kejadian. Teori adalah premis mayornya. Suatu kesimpulan (dalam hal memprediksi) tidak boleh diambil diluar batasan teori/premis mayor ini.
DEDUKSI
METODE BERPIKIR MATEMATIS
Penalaran Matematika
Matematika bukanlah ilmu yang didasari atas percobaan dan pengamatan sehingga membuatnya dibedakan dengan sains. Perhatikan saja, apakah kebenaran 1+1=2 adalah sesuatu yang kita peroleh melalui percobaan dan pengamatan? Tentu tidak. Kebenaran 1+1=2 merupakan sesuatu yang kita terima begitu saja. Kalau begitu, bagaimana sejumlah teori matematika yang pernah ada dapat muncul? Bagaimana tarikan logika agar kita dapat menyimpulkan bahwa suatu teori itu benar secara matematis?
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa penalaran matematika dimulai dari diterimanya kebenaran beberapa aksioma. Aksioma adalah suatu kebenaran yang dapat kita terima begitu saja (tanpa ada pembuktian apapun). Contoh: Aksioma bilangan bulat yang diusulkan oleh Guiseppe Peano (1858 - 1932). Aksioma tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa suatu bilangan bulat jika ditambahkan dengan 1 (satu), maka akan menghasilkan bilangan bulat pada urutan berikutnya. Contohnya, jika diambil angka “3″, maka jika angka tersebut ditambahkan dengan “1″, maka akan menghasilkan bilangan bulat berikutnya dari “3″, yaitu “4″.
Teorema matematika diturunkan dari satu atau irisan beberapa aksioma. Kebenaran teorema ini harus dapat dibuktikan berdasarkan hukum-hukum yang berlaku pada aksioma. Dengan kata lain, kesimpulan yang diambil pada pembuatan teorema tidak boleh keluar dari ruang lingkup aksioma yang berlaku.
Contoh teorema: Dua ditambah tiga sama dengan lima. Teorema ini dibuktikan (berdasarkan aksioma bilangan bulat oleh Peano) sebagai berikut:
2 + 3
<=> 2+2+1 (2 merupakan bilangan bulat sebelum 3)
<=> 2+1+1+1 (1 merupakan bilangan bulat sebelum 2)
<=> 3+1+1 (3 merupakan bilangan bulat setelah 2)
<=> 4+1 (4 merupakan bilangan bulat setelah 3)
<=> 5 (5 merupakan bilangan bulat setelah 4)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa teorema yang menyebutkan 2+3=5 adalah benar!
Deduksi
Dilihat dari cara penurunannya, kesimpulan yang diambil dalam pembuatan teorema adalah kesimpulan yang sifatnya pasti (tidak spekulatif). Asalkan didasari dengan aksioma yang benar, maka teorema-teorema yang diturunkan juga pasti benar. Inilah sifat matematika: pasti. Disebut apakah cara pengambilan kesimpulan seperti ini? Kita sudah mengenal bahwa pengambilan kesimpulan seperti ini disebut dengan metode deduksi.
Aksioma berfungsi sebagai premis mayor dalam pengambilan kesimpulan. Yang berfungsi sebagai premis minor adalah ruang lingkup yang ingin ditelaah oleh sebuah teorema. Hasil penarikan kesimpulan dari kedua premis ini adalah teoremanya.
Untuk kepentingan praktis, terkadang suatu teorema tidak harus diturunkan dari aksioma tetapi cukup diturunkan dari teorema lain yang sudah dibuktikan terlebih dahulu. Selain itu, juga untuk kepentingan praktis, terkadang pembuktian tidak perlu dilakukan secara lengkap. Bisa saja suatu pembuktian itu membiarkan suatu bagian tertentu belum terbuktikan. Bagian ini disebut dengan lemma. Jika lemma ini ternyata salah, maka gagal lah seluruh pembuktian yang sudah
Sumber : http://wisnuops.net/blog/?p=5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut